Tuesday 8 January 2019

Sepotong Bahagia


Pagi di tujuh Januari dua ribu sembilan belas
Hal yang sedang menjadi sorotan publik
Memberi secercah pelangi di rutinitas yang membosankan
Di balik meja kerja di ruang delapan kali sepuluh meter persegi

Sepenggal tulisan tentang sorotan publik tersebut
Menjadi anak tangga untuk kenangan yang akan terekam di memori
Ya, kenangan yang kunantikan sejak lama
Quality time pertama dengannya tanpa ada pasang mata bidadari yang lain

Detik berganti menit, menit berganti jam
Senja mulai menyembunyikan wajahnya
Dan sang bulan gagah menyombongkan dirinya
Beberapa kali ia memberi pesan singkat tentang update keberadaannya
Saat di dalam gerbong kereta di perjalanan pulang selepas bekerja
Dan meminta agar tak terkecewakan jika harus menungguku di sana

Dari kejauhan aku melihat bidadari meletakkan gawai di telinga
Berbicara sambil memperhatikan sekelilingnya
Matanya bergerak liar menyapu semua sudut ruang
Hingga akhirnya terhenti saat bertemu dengan mataku
Kita saling memandang dan bertukar senyum 
Lalu memutus sambungan telepon

Damai rasanya dapat menatapnya kembali
Menikmati lagi senyum penawar lara yang mengikis ingatanku tentang dia
Ya, dia yang mempersembahkan dua ribu lima ratus lima puluh lima harinya
Untuk berbagi rasa dan bernafas bersamaku

Kemudian kita menyusuri lorong seraya mencari tempat perhentian
Ia duduk mendahuluiku di kursi yang telah kita sepakati sebelumnya
Cahaya ruangan redup perlahan terganti dengan cahaya layar raksasa
Dan melihatnya tertawa lepas menikmati sajian layar
Lebih memikatku daripada ikut memusatkan perhatikan pada layar tersebut
Aku tahu dingin menusuk tulangnya
Ingin ku genggam jemarinya berharap dapat meredam dingin itu
Tapi Tuhan mengingatkan, ia bukan kepunyaanku

Ketika seluruh ruangan di banjiri cahaya sinar
Ia bergegas mengajakku meninggalkan ruangan
Kemudian kita terdampar di kedai yang menjual donat dan kopi
 Sambil menikmati kafein kita bercerita tentang hidup
Ia memulai dengan cerita sosok ibu hebat yang membesarkannya
Yang kini sedang mencalonkan diri menjadi caleg
Lalu menunjukan foto beliau mengenakan pakaian bertema partai berlogo banteng

Kemudian ia bercerita tentang kekecewaan terhadap kakak tertua
Yang menjadi satu-satunya anak laki-laki di dalam keluarga
Di sambung dengan cerita perjalanan hidup dan bisnis ayahnya
Yang dibumbui dengan cerita asmara bersama ibunya
Kemudian cerita tentang kedua kakak perempuan
Dan adik yang segera menginjak bangku pendidikan tinggi

Tak terasa malam semakin larut
Dan kita tak punya pilihan selain tunduk pada semesta
Aku mengantarnya hingga bibir gerbang kos di bilangan otista raya
Meski tak satupun bintang menghiasi langit malam ini
Menikmati malam dengannya di atas kuda besi besar ini tetaplah indah
Seindah ibuku yang bernama Indah

Setelah meniggalkannya air Tuhan turun menjemputku di ujung jalan
Tak apalah mungkin ia ingin dikenang saat aku mengenang kisah ini kelak
Terima kasih Tuhan untuk jawaban atas doaku
Semoga masih ada potongan bahagia lain bersamanya

Thursday 3 January 2019

Cinta Dalam Diam


Pertemuan waktu itu
Seperti matahari di kala senja
Yang siap hilang di telan malam
Sialnya, kamu tetap tinggal
Merasuk ketulang 
Menerobos dinding hati
Kemudian meracuninya

Aku selalu bahagia menatapmu
Menikmati senyummu
Meski senyum itu bukan milikku

Kamu bak sehelai kapas di padang gurun 
Yang memiliki dua pilihan
Hilang tersapu angin
Atau lenyap tertimbun debu

Aku tahu maksud Tuhan 
Menyisipkanmu dalam kisah hidupku
Ya, agar aku bersyukur 
Aku pernah berada diposisimu
Di cintai dalam diam
Dan dinantikan dalam angan